Selasa, 28 Februari 2012

Ungkapan Sayang Untuk Mama


K
emarin menjadi hari yang melelahkan buat Revi. Revi harus menyelesaikan tugas Ilmu Pengetahuan Alam yang mesti dikumpulkan besok pagi. Akibatnya sekarang tubuhnya kurang sehat, tapi Revi tetap maksa pengen berangkat sekolah.
Mamanya sempat melarang tapi apa boleh buat. Tapi dengan satu syarat Mamanya sendiri yang akan mengantarkannya ke sekolah. Dengan membawa jaket tebal, obat-obatan, dan bekal makanan. Persis seperti anak TK.

“A
Sebelum Revi masuk ke gerbang sekolah ibunya mendaratkan ciuman hangat di kening Revi. Apalagi ada beberapa temannya yang melihat kejadiaan itu dan lalu tersenyum kecut padanya. Sungguh sempurna sudah rasa malu yang dipendamnya.
Hal seperti itu memang sering dilakukan Ibu Irma kapada Revi. Setiap kali Revi sakit ibunya selalu memperhatikannya terlalu berlebihan.
Nggak hanya saat Revi sakit saja, ketika Revi telat pulang 1 menit saja ditelponnya berulang-ulang sampai itu telpon diangkatnya. Makanya nggak heran lagi kalau hampir seisi sekolah memanggil Revi dengan sebutan “Anak Mama”.
“ Revi sayang, jangan makan sembarang jajan ya, minum obat secara teratur. Nanti kalau sakit kan mama yang repot.” Kata Nirwa menirukan gaya ibu Revi. Perkataan Nirwa di sambung dengan kelekar tawa teman sekelasnya.
“ Udahlah Rev jangan dimasukin kedalam hati itu kata-kata anak geblek.” Ucap Iren mencoba mendinginkan hati Revi yang lagi panas.
Revi yang sudah tidak tahan lagi dengan ejekan Nirwa, bangkit dan menghampiri meja Nirwa. Secara tak sadar kepalan tangan mendarat mulus tepat di pipi Nirwa. Saat itu juga terjadi duel antara Revi dengan Nirwa.

stagfirullah Revi. Kamu kenapa nak, mukamu jadi memar begitu? Kamu habis berantem ya?” Tanya Ibu Irma panik melihat wajah Revi yang penuh luka memar yang kemudian dipegangnya wajah Revi dengan lembut.
Dengan kasar Revi menyelak tangan ibunya. “Cukup ma, semua ini gara-gara mama yang selalu mengaggap Revi seperti anak kecil. Yang perlu perhatian lebih dari mama. Revi itu nggak butuh perhatian dari mama lagi, Revi udah gede ma. Lagian Revi ini cowok. Revi malu sama teman-teman yang selalu mengejek Revi sebagai anak mama. Jadi tolong urusi saja urusan mama.” Revi meninggalkan ibunya di ruang tamu sendirian.
Ibu Irma terduduk lesu di ruang tamu, memikirkan kata-kata Revi barusan. Dia memperlakukan Revi seperti itu karena ada alasannya.
Dulu saat umur Revi masih 4 tahun ia mempunyai seorang kaka laki-laki. Levi namanya. Saat itu keadaan berbalik 1800. Ibu Irma tidak begitu memperhatikan Levi. Saat itu Levi masih dalam keadaan labil di masa pertumbuhan.
Ayahnya yang telah meninggal saat umur Revi 1 tahun dan ibunya yang disibukkan dengan urusan perusahaan membuat Levi kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tua. Hal itu membuat Levi lari ke hal-hal yang negatif. Mulai dari coba-coba merokok, kemudian mabuk-mabukan, dan nge-drugs. Hal itu dilakukan Levi agar ibunya menegurnya, tapi ibunya sama sekali tak bereaksi.
Suatu hari ketika Levi masih dalam keadaan mabuk ia mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Naas motor yang dikendarainya menabrak truk yang ada didepannya, Levi tewas seketika juga. Kejadian itu yang membuat Ibu Irma ingin lebih memperhatikan Revi.
“ Apa yang harus mama lakukan Rev? Mama cuma nggak ingin kamu menjadi seperti Levi.” tanyanya dalam hati.
Besok paginya sikap Ibu Irma masih tetap saja memperhatikan Revi secara berlebihan. Keputusan Revi untuk kabur dari rumah kini semakin bulat.
   S

udah sebulan ini Revi meninggalkan rumah tanpa kabar.  Ibu Irma tak henti-hentinya mencari anak semata wayangnya itu bersama Iren sahabat Revi di sekolah. Tak ada satu orangpun yang tahu dimana Revi sekarang berada. Umurnya yang hampir 60 tahun membuatnya mudah kelelahan. Alhasil bu Irma kini jatuh sakit. Iren dengan senang hati merawat Ibu Irma.
Disisi lain Revi mengalami beberapa kejadian yang memberinya pelajaran hidup. Ketika dalam perjalanannya kabur dari rumah ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta di jalanan besar. Di bawah terik matahari yang menyengat dan beberapa kendaraan besar yang berlalu lalang. Baju yang kumal dan tubuh yang kotor menandakan bahwa mereka kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua.
 Bahkan ia melihat ada seorang ibu yang tega menyuruh anaknya untuk meminta-minta, sedangkan dia enak-enakan santai duduk di bawah pohon. Ibu macam apa itu, batin Revi. Betapa beruntungnya Revi ibu yang selalu perhatian padanya.
“ R
Revi juga pernah melihat seorang anak yang sedang membentak-bentak ibunya.  Begitu kasarnya anak itu mencaci maki ibunya. Memorinya kembali memutar kejadian tempo lalu yang dengan kasar ia menyelak tangan ibunya saat tangan lembut itu menyentuh pipinya. Hati kecilnya sekarang terasa sakit. Entah perasaan itu karena ia merasa bersalah atau karena ia mulai merasa kangen kepada ibunya.
“ Ya Allah, apakah aku akan menjadi anak yang durhaka? Gimana keadaan mama sekarang?” tanyanya dalam hati kecilnya.
“ Mama maafin Revi.”
Mau menghubungi rumah HP nggak dibawa. Melihat tulisan GOOD.Net yang terpampang di seberang jalan yang dilewatinya, ia memutuskan untuk membuka e-mailnya. Ternyata ada 21 pesan dari Iren yang memberi kabar bahwa ibu Revi sedang di rawat di Rumah Sakit Wanita Indonesia.
Hatinya semakin tak karuan.  Segera ia keluar dari warnet dan mulai mencari kendaraan yang  bisa ditumpanginya sampai di kotanya.
 en nyokap gue gimana keadaannya?” Tanya Revi cemas.
“ Gue nggak nyangka Rev loe tega ngelakuin ini ke nyokap loe sendiri. Dimana hati loe sih? Loe nggak tau kan kalau selama loe ngilang nyokap montang-manting nyariin dimana loe, keadaan loe. Sekarang lihat aja sendiri gimana keadaan nyokap loe. Puas kan loe?” Emosi Iren meledak begitu saja.
Revi hanya bisa terdiam kaku melihat tubuh wanita yang melahirkannya terdiam lemas. Revi makin merasa bersalah.
“ Mama, maafin Revi yang… yang udah durhaka ini. Gara-gara Revi mama harus nyariin Revi, mama harusnya nggak perlu nyari Revi sampai sakit begini. Maafin Revi mah.” Air matanya kini semakin deras membasahi tangan ibunya.
Iren semakin tak kuasa menahan tangis dan kemudian mendekati Revi yang masih terisak. Mungkin karena tangannya terasa basah Ibu Irma jadi terbangun. Betapa senangnya hati Ibu Irma begitu melihat anak yang dicarinya telah kembali. Saking senangnya Ibu Irma memeluk Revi erat-erat dan tak ingin membiarkan anaknya pergi lagi.
“ Kamu kemana saja Rev? Kamu baik-baik aja kan nak? Apa ada yang sakit Rev?” tanyanya cemas melihat setelah melihat keadaan Revi yang agak kurang sehat.
“ Mama jangan mikirin kesehatan Revi dulu, mama harus mikirin diri mama sendiri ya. Revi minta maaf karena Revi lebih mentingin ego dari pada perasaan mama. Sekarang mama jadi sakit akibat ulah Revi. Revi memang anak nggak berguna ya.” Isaknya makin keras.
“ Udahlah Rev, mama juga salah. Mama terlalu memberi perhatian yang berlebihan ke kamu sampai nggak sadar mama telah mengabaikan perasaanmu sendiri.” Ucapnya mencoba menenangkan Revi yang masih terisak.

  K

i lo.jpgeadaan Ibu Irma kini semakin membaik dan kembali mengantarkan Revi ke sekolah. Untuk pertama kalinya Revi sesenang ini saat di antar ibunya ke sekolah. Perasaan malunya kini musnah entah kemana.
“ Aku mau diperhatikan Mama lagi, asalkan nggak berlebihan kayak dulu.” Kata Revi ketika masih diperjalanan menuju sekolah.
“ Iya Rev, mulai sekarang mama akan mengasih ruang gerak yang bebas untuk kamu.” Balas bu Irma yang kemudian disambut tawa ceria Revi.
Revi kini terlihat bahagia. Hari-harinya semakin indah karena Iren dan dirinya bukan hanya sekedar teman biasa tapi mulai naik satu tingkat menjadi TTMnya.
Nirwa yang dulu sering mengejek Revi sekarang malah jadi teman akrab.
“ Heh anak mama kemana aja Loe? Hidup gue sepi nggak ada loe di kelas. Nggak bisa ejek-ejekan sama loe.” Nirwa mengulurkan tangannya sebagai tanda damai.
“ Maafin gue sob, sifat gue dulu nyebelin gitu karna gue iri sama loe bisa punya nyokap perhatian kayak gitu. Jangan sampai loe bikin nyokap sedih lagi. Nyokap yang kayak gitu jarang ada.” Iren dan Revi menyambutnya dengan tawa bahagia. Sejak kapan Nirwa bisa bicara seperti itu.
Julukan “Anak Mama” masih melekat pada diri Revi. Tapi dia hanya menganggap itu sebagai guyonan saja. Satu kata yang sering di ucapkan Revi kepada ibunya.

“ I am very very very love you Mom”.